PESAN IMAM MURSYID MTI DALAM ORASI ILMIYAH SILATNAS-PBB DENGAN THEMA “DAKWAH DAN POLITIK”
Oleh : KH.Ovied. R
(Syeikh Al-Haj Abdul Aziz Musthafa bin Musthafa bin Dahlan bin Abdul Lathief Al-Mandaily)
Imam Mursyid Majelis Turos Islam (MTI) – Lembaga Kajian Fatwa Dan Kitab Turos (Klasik) Islam – Fikih Perbandingan 4 Madzhab Ahlussunnah Wal-Jamaah/Bisa dilihat Biografi KH.Ovied.R lebih lanjut di Website resmi-MTI (majelisturosislam.or.id), Channel Youtube (majelisturosislam), (KH.Ovied. R).
Maqalah/Artikel ini direpresentasikan pada acara Silaturrahmi Nasional (Silatnas) Majelis Syuro & Majelis Pertimbangan Wilayah se-Indonesia Partai Bulan Bintang (PBB), pada hari Ahad, 7 Agustus 2022, Jam 08.00 Pagi s.d 9.15 Pagi, di 101 Urban Jl. Thamrin Jakarta Pusat Hotel۔
Mukaddimah
Alhamdulillahirabbil`alamin, Selawat dan salam kepada Baginda Nabi Muhammad Rasulullah Saw. Terimakasih saya ucapkan kepada Ketua Majelis Syuro DPP-PBB Dr. KH. Masrur Anhar, Ketua Umum DPP PBB Prof.Dr. Yuslil Ihza Mahendra, M.Sc, Sekjen DPPP-BB, Ketua DPW-PBB atas kepercayaannya kepada saya sebagai pembicara dan merepresentasikan makalah ilmiyah yang berjudul “Dakwah Dan Politik“. Kapasitas saya didalam orasi ilmiyah ini murni hanya sebagai narasumber yang tidak terikat oleh lembaga atau ormas politik praktis manapun.
Fenomena dakwah dan perkembangan politik secara universal dan praktis sangat begitu kental di tengah-tengah masyarakat . Dalam menyampaikan dakwah dan berbicara tentang politik ada secara individu (perorangan), berkelompok, terlembaga, organisasi, perusahaan, bahkan sampai pada level lembaga pemerintahan yang tertinggi dari legeslatif, yudikatif dan eksekutif. Dakwah dan perkembangan pendidikan politik yang disampaikan di tengah-tengah masyarakat juga beragam corak dengan keterbatasan ilmu, visi, misi, khit-thah yang dimiliki.
Maka jika semangkin besar level sebuah sistem dakwah maupun lembaga politik yang berperan di masyarakat, semangkin besar pula yang dirasakan ummat manfaatnya, begitu juga sebaliknya semangkin rendah level sebuah sistem politik dan dakwah maka semangkin rendah pula manfaat yang dirasakan oleh ummat. Jadi perbedaan metodologi untuk menyampaikan dakwah dan fungsi dari lembaga politik dan berbagai macam cara dan kelembagaannya, ini merupakan sebuah fitrah yang Allah Swt telah ciptakan. Sebagaimana Allah Sw berfirman :
اِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتّٰىۗ
sungguh, usahamu memang beraneka macam (Q.S Al-Lail/92 : 4)
Allah Swt berfirman,
فَاخْتَلَفَ الْاَحْزَابُ مِنْۢ بَيْنِهِمْ ۚ ۔ الزخرف/٤٣ : ٦٥
Tetapi golongan-golongan (yang ada, seperti Partai politik, ormas dakwah, lembaga, dll) saling berselisih di antara mereka; (bermacam-macam/berbeda-beda). Q.S. Az-Zukhruf/43 : 65
ۗ تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعًا وَّقُلُوْبُهُمْ شَتّٰىۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُوْنَۚ
“…..Kamu kira mereka (manusia) itu bersatu padahal hati mereka terpecah belah (berbeda-beda/tidak ada yang sama). Yang demikian itu karena mereka orang-orang yang tidak mengerti.“ (Q.S. Al-Hasyr/59 : 14).
Maksud ayat-ayat di atas seluruh level martabat usaha, hati, pemikiran, keinginan, golongan, kelompok, cita-cita, dakwah, politik dan tujuan setiap manusia itu pasti berbeda-beda termasuk sistem dakwah dan sistem politik kitapun pasti berbeda-beda.
Setiap partai apapun namanya mereka bisa merepresentasikan sistem dakwahnya melalui lembaga politik yang dia jalankan, hanya tergantung niatnya, apakah untuk meninggikan Kalimatullah (Syari`at Allah) di dunia ini atau hanya niatnya untuk kepentingan perkara dunia semata.
Namun demikian, dari perbedaan itu bagaimana Allah Swt memerintahkan agar ummat Islam mampu menyatukan perbedaan itu dalam sebuah sistem untuk mencapai satu tujuan, sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَاِنَّ هٰذِهٖٓ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّاَنَا۠ رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ
“Dan sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (Q.S. Al-Mukminun/23 : 52)
Di ayat lain disebutkan,
.. وَاَمْرُهُمْ شُوْرٰى بَيْنَهُمْۖ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ
“..sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…“Q.S. As-Syura/42:38.
Dari ayat-ayat di atas meskipun perbedaan itu fitrah, namun Allah Swt memerintahkan ummat Islam harus menjunjung tawhid yang satu yaitu seluruh ide, kreasi, sosial, budaya, politik, ormas dakwah, hukum jangan sampai melanggar atau meremehkan syariat Allah yaitu tidak berlaku adil dan melakukan perbuatan dengan menghalalkan segala cara.
Ketika orang-orang beriman sudah jauh dari sifat-sifat keadilan dan jauh dari Agamanya (Syari`atnya), maka jangan heran jika orang-orang kafir yang bersifat adil (demokrasi) akan menjadi tauladan, percontohan dalam tatanan sosial, budaya, ekonomi, tekhnologi, pendidiknan bahkan sebuah peradaban. Malah merela akan menjadi negara yang mampu memberi contoh dari makna sebuah keadilan dan kemakmuran. Sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَمِمَّنْ خَلَقْنَآ اُمَّةٌ يَّهْدُوْنَ بِالْحَقِّ وَبِهٖ يَعْدِلُوْنَ ۔
Dan di antara orang-orang yang telah Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan (dasar) kebenaran, dan dengan itu (pula) mereka berlaku adil. (Q.S. Al-A`raf/7:181).
Dari ayat ini, maka siapapun mereka, apapun kelompok golongannya dan apapun agamanya jikalau mereka melakukan keadilan dan melakukan kemaslahatan yang haq (kebaikan) di tengah-tengah ummatnya, maka mereka akan menjadi sebuah sosok bangsa yang bermartabat mulia, berkemajuan dan menjadi barometer sebuah peradaban dunia.
Semoga ummat Islam, khususnya ummat Islam Indonesia sudah saatnya untuk meraih, berjuang untuk negeri kita yang tercinta ini, menjadi negara yang bermartabat dan mampu menciptakan sebuah peradapan yang mulia dan bermartabat.
Wassalam
Jakarta Timur, Senin 1 Agustus 2022M/3 Muharram 1444H
Apa Itu Dakwah
Kata dakwah secara bahasa berasal dari bahasa Arab : (دعا – يدعو – دعاء و دعوی), kalimat (دعاء ج أدعية) yang artinya menyeru, memanggil, berdo`a. Kalimat (دعاء : دعوة) yang bermakna “Mengajak, Memanggil atau Mengundang´´
Urutan martabat lembaga dakwah yang memiliki tanggung jawab yang besar terhadap ummat adalah:
- Mufti (komisi Fatwa, Majelis Fatwa atau Dewan Fatwa ormas-ormas Islam, Dewan Syuro).
- Lembaga resmi Exekutif.
- Lembaga Resmi Legeslatif.
- Lembaga resmi Yudikatif.
- Ormas Islam
- Masjid/Mushalla/Surau/langgar/Manosah.Lembaga Yayasan/Perusahaan (Badan Usaha)
- Lembaga Yayasan/Perusahaan (Badan Usaha).
- Tokoh Ummat dari kalangan Ulama atau Ilmuan.
- Individu bersifat personal semua orang yang beragama Islam.
Martabat tertinggi seorang pendakwah adalah para ulama yang layak dijadikan Qudwah (panutan), Marjak (rujukan) dan diambil fatwa maupun Hujjahnya, dalam tatanan sosial, budaya, politik, agama, peradaban, dan globalisasi, dan dilihat dari kemampuan yang dimiliki oleh dirinya, diantaranya mereka itu adalah,
- Ahli Fatwa (Ahli Fikih Perbandingan Madzhab Islam).
- Ahli Tasawuf, Berthariqah (memiliki martabat keagungan sepiritual dan akhlaq)
- Memahami politik secara universal.
- Memiliki enslikopedia ilmu pengetahuan dalam tatanan sosial, budaya, politik, agama, dan peradaban.
- Sabar, ikhlash, syukur, istiqamah, mujahadah dan Tegas.
Jika syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka utamakan mereka para ulama yang ahli fatwa lagi shufi, jikalaupun tidak shufi maka utamakan ahli fatwanya atau paling rendah mereka yang memiliki kemampuan ahli ilmu dibidang fikih (الفقه : معرفة الأحکام الشرعية التي طريقها الإجتهاد). Dari yang ahli fikih inipun diutamakan yang mereka ahli fikih perbandingan Madzhab Islam, kemuadian ahli fikih perbandingan 4 madzhab muktabar, kemudian ahli fikih madzhab tertentu (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah & Hanabilah) . .Berikutnya setelah itu ulama-ulama yang memiliki kemampuan dibidang sepesialisasi ilmu-ilmu terapan lainnya secara bebas seperti ahli tafsir, ahli hadis, ahli filsafat, ahli falaq, ahli faraid, ahli pendidikan, ahli sejarah, ahli tasawuf, ahli thariqah, ahli bahasa, ahli ekonomi, ahli matematika, dll.
Kelebihan ulama ahli fatwa dibanding para ulama-ulama lainnya, ilmuan, pemikir, sastrawan, politikus atau para pejabat di lembaga-lembaga resmi negara adalah: Ahli Fatwa harus menguasai modal dasar yang sangat ketat selain sifat Adil dan kemuliaan, ketinggian amalan sepiritualnya (tidak boleh jatuh dalam kefasikan), maka harus menguasai dan memahami ilmu-ilmu syari`at diantaranya harus memahami (Al-Adillah; الأدلة) secara baik dan benar, yaitu :
خطاب الله عز وجل ۔
خطاب رسول الله صلی الله عليه وسلم و أفعاله وإقراره ۔
إجماع الأمة ۔
القياس ۔
البقاء علی حکم الأصل عند عدم هذه الأدلة (حکم الأشياء في الأصل) .
فتيا العالم في حق العامة (صفة المفتي و المستفتي) .
وما يتوصل به إلی الأدلة (الإجتهاد) .
Ruang Lingkup Dakwah
Ruang lingkup dakwah sangat luas, dan didalam Islam dakwah memiliki setinggi-tingginya derajat, sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَمَنْ اَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّنْ دَعَآ اِلَى اللّٰهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَّقَالَ اِنَّنِيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah (para ulama/para da`i) dan mengerjakan kebajikan dan berkata, “Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri)?” (Q.S. Fs-Shilat/41 : 33).
Maka umat Islam wajib menjunjung tinggi peranan dakwah di tengah-tengah masyarakat dan ummat.
Rasulullah Saw bahkan menganjurkan dan menjunjung tinggi martabat pemberian remunerasi, insentif (upah, gaji, dan sejenisnya) yang paling berhak dan harus diberi lebih dari kelayakan, dibandingkan dengan seluruh jabatan pekerjaan yang ada adalah para Da`i (Ulama yang menjadi rujukan ummat), sebagaimana Rasulullah Saw bersabda di dalam hadi shahih,
قال رسول الله صلی الله عليه وسلم :“أحق ما أخذتم عليه أجرا کتاب الله “ رواه البخاري و دار القطني و البيهقي و إبن حبان
Rasulullah Saw bersabda:“Yang paling layak memberikan Upah (remunerasi, Insentif, gaji) adalah mereka yang mengajarkan Kitabullah (Para Ulama, da`i, siapa saja yang mengajarkan Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Saw). HR. Imam Bukhari, Dar Alquthni, Al-Baihaqi dan Ibdu Hibban”.
Namun Para ulama (para da`i) diharamkan meminta-minta upah secara paksa (لا يسٸلوان الناس إلحافا) dengan melampaui batas atau mereka para ulama (da`i) menjadikan upah sebagai syarat mutlak, kalau tidak ada upahnya dia tingalkan amar makruf nahi munkar di tengah-tengah ummatnya, maka ini hukumnya mutlak adalah “Haram“. Allah Swt berfirman :
“…لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا “
“..mereka (Para Ulama/Da`i) tidak meminta secara paksa kepada orang lain (untuk kehidupannya)..´´ Q.S Al-Baqarah/2 : 273
Namun sebaliknya jika kita meremehkan ulama, mereka tidak minta upah, dan kita sengaja cuwai terhadap hak-hak mereka, maka Allah Swt akan melaknat siapa saja yang meremehkan mereka di dunia dan akhirat, sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَمَنْ لَّا يُجِبْ دَاعِيَ اللّٰهِ فَلَيْسَ بِمُعْجِزٍ فِى الْاَرْضِ وَلَيْسَ لَهٗ مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءُ ۗ اُولٰۤىِٕكَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ .
Dan barang siapa tidak menerima/meremehkan/merendahkan/cuwai (seruan) orang yang menyeru (para ulama) kepada Allah maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari siksa Allah di bumi padahal tidak ada pelindung baginya selain Allah. Mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” Q.S. Al-Ahqaf/46 : 32
Azab paling pedih bagi orang-orang yang meremehkan para ulama yang abai terhadap hak-haknya, sebagaimana Allah Swt berfirman,
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَدٰوةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهٗ وَلَا تَعْدُ عَيْنٰكَ عَنْهُمْۚ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۚ وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا .
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ اِنَّآ اَعْتَدْنَا لِلظّٰلِمِيْنَ نَارًاۙ اَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَاۗ وَاِنْ يَّسْتَغِيْثُوْا يُغَاثُوْا بِمَاۤءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِى الْوُجُوْهَۗ بِئْسَ الشَّرَابُۗ وَسَاۤءَتْ مُرْتَفَقًا
Dan bersabarlah engkau bersama orang yang menyeru Tuhannya (Para Ulama) pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka/para ulama (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas (para Pejabat, konglomerat yang Fasiq). Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir.” Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. (Itulah) minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Q.S. Al-Kahfi/ 18:28 -29
Hakikat Dakwah
Hakikat dakwah adalah mengajak, menyeru ummat manusia kejalan Tuhannya untuk mencapai sebuah kemuliaan atas dasar amar makruf nahi munkar. Maka untuk mencapai itu diperlukan strategi dakwah yang efektif yang lebih besar manfaat dan kemaslahatan yang bisa langsung dapat dirasakan oleh ummat akan manfaatnya. Diantara sistem dakwah itu, bisa di lakukan baik secara individu, kelompok, lembaga, organisasi sampai yang tertinggi yaitu presiden.
Antara ulama dan Umara (legeslatif, yudikatif dan eksekutif) ibarat dua sisi mata uang yang tdk bisa dipisahkan satu sama lain. Maka kelebihan dan perbedaan antara ulama (Mufti/Ahli Fatwa) dan Qadha` (Qadhi, Hakim; lembaga legeslatif, yudikatif dan eksekutif) diantaranya adalah sebagai berikut,
- Qadha adalah untuk menginformasikan tentang keputusan hukum sebagai kewajiban (yang ada sangsi perdata/pidana jika tidak dilaksanakan), sedangkan Mufti keputusannya tidak ada sangsi perdata/pidana jika tidak dilaksanakan dari hasil fatwa-fatwanya.
- Keputusan Qadha/Hakim (pemerintah) menganulir seluruh perbedaan yang terjadi dikalangan para ulama Mujtahid, sedangkan Mufti tidak bisa menganulir perbedaan pendapat para ulama. “حکم الحاکم يرفع الخلاف “
- Qadha syaratnya tidak boleh hamba sahaya (budak), sedangkan budak boleh berfatwa.
- Qadha tidak boleh cacat seperti buta, bisu, dan tuli sedangkan ahli fatwa boleh cacat seperti buta atau tuli dan bisu.
- Mufti boleh memutuskan hukum untuk dirinya sendiri dan keluarga terdekatnya, sedangkan Qadha tidak boleh.
- Qadha tidak boleh memutuskan hukum dengan cara masuk keranah ilmiyah yang sifatnya umum dan universal, berbeda dengan ulama ahli fatwa/Mufti bebas memutuskan hukum secara ilmiyah yang bersifat umum dan universal.
- Qadha keputusannya harus sesuai dengan undang-undang yang telah ditetapkan dan sudah jelas materi dakwaannya bersifat khusus, dan untuk kasus-kasus tertentu harus menghadirkan saksi atau bukti-bukti autentik sebagai data pembuktian, sedangkan Mufti mengeluarkan fatwa hukum yang bersifat umum, tidak mesti menghadirkan saksi dan tidak mesti menunjukkan bukti-bukti autentik.
- Qadha segala keputusannya adalah menjadi aturan dan undang-undang yang ada sangsi perdata/pidana jika dilanggar, sedangkan keputusan Mufti tidak mesti menjadi aturan atau undang-undang dan tidak ada sangsi perdata atau pidana jika dilanggar.
- dll
Politik
Politik (bahasa Yunani: Πολιτικά, politiká; bahasa Arab: سياسة, siyasah), yang artinya dari, untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Politik)
Dalam bahasa Arab kalimat politik adalah Siasi (سياسي) atau Siasah (سياسة)۔ Mereka orang Arab mendefenisikan Politic (سياسي , ماکر ; داهية ; متسم بالدهاء , حکيم ; حصيف , عاقل)۔ Sedangkan Siasiah (سياسية : منسوب إلی السيسة ; هو رجل سياسي : من يحترق السياسة ويفهم قصاياها ويمارس شٶون الدولة وقضاياها الداخلية و الخارجية / قضية سياسة : قضية مرتبطة بالسياسة)
Sedangkan Siasi/Politik (سياسي) juga bermakna :
سياسي : الذي يعني بشٶون السياسة / الحقوق السياسة : حقوق کل مواطن في أن يشترک في إدارة بلاده أو ممارسة أعماله الوطنية کالإنتخاب ونحوه .
Filsafat politik memiliki makna yang sangat luas berbeda jika politik dibatasi hanya menyangkut tentang ketatanegaraan sebagaimana defenisi di atas. Filsafat politik bisa masuk dalam ranah budaya, sosial, agama, ekonomi, industri, pendidikan, meliter, tekhnologi, kedokteran, parawisata, phisichology, dan seluruh aspek kehidupan ada disana ranah filsafat politik didalamnya.
Hakikat Politik
Hakikat politik adalah untuk mengatur strategi dan masuk dalam urusan kepemimpinan pemerintahan dalam sebuah negeri/wilayah yang dibatasi oleh teritorial untuk mengatur seluruh kemaslahatan antara negara dan rakyatnya. Ranah politik memiliki peranan penting sebagai urat nadi kepemimpinan dan dalam sebuah pemerintahan.
Di dalam Islam untuk mengatur pemerintahan harus menunjuk siapa yang berhak ditunjuk sebagai Khalifah atau Imamah (kepala negara Islam). Pengertian Khilafah (الخلافة) sama dengan makna Imamah (الإمامة) yaitu,
“ رياسة عامة في أمور الدين و الدنيا نيابة عن النبي صلی الله عليه وسلم (الإسلام وأصول الحکم لشيخ علي عبد الرازق)
“Khilafah (Imamah adalah : Kepemimpinan (Pemimpin) secara umum dalam masalah agama dan urusan duniawi sebagai pengganti Rasulullah Saw“
Khilafah (Imamah) pada dasarnya dipilih oleh dan setelah terjadinya musyawarah lalu di bai`at sumpah setia oleh Ahlul `Aqdi wa Al-Hilli (أهل العقد والحل). Ahlul`Aqdi wa Al-Hilli adalah sebuah lembaga atau dewan yang berwenang dalam memutuskan tentang pengangkatan seorang pemimpin dalam sistem politik Islam atau yang disebut sebagai khalifah (Imamah).
Para ulama Madzhab berbeda pendapat tentang masalah ini, yaitu sebagai berikut,
- Syi`ah (الشيعة): Pemimpin politik dan pemimpin untuk urusan kaum muslimin harus dipimpin oleh Imamah yang memiliki kepemimpinan secara Agama dan sepritual (ruhiyah) yang sosoknya sebagai Imam dan harus memiliki hubungan langsung kepada keturunan dari Rasulullah Saw.
- Khawarij (الخوارج): Semua orang Islam berhak menjadi Khalifah/Imamah asal sehat akal tidak melihat asal garis keturunannya, berilmu agama, keimanannya jelas (menurut ukuran Khawarij), maka dipilihlah secara ijtihad dari kemampuan ilmu dan keimanan yang dimilikinya.
- Mayoritas Muktazilah (المعتزلة) dan sebahagian golongan Murjiah (المرجٸة) berpendapat : Imamah boleh siapa saja yang memegang apakah dia keturunan Quraisy, keturunan Arab atau dari seorang anak keturunan budak sekalipun asal dia menegakkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Saw.
- Ahlussunnah Waljamaah (أهل السنة والجماعة) : Mencari jalan tengah yaitu bebas siapa saja menjadi seorang Imamah/Khalifat/Raja yang memimpin politik sebagai wakil pengganti (Rasul) dalam urusan agama dan sepritual, namun harus dari keturunan Arab Quraisy, sebagaimana syarat-syarat lainya yang terdapat didalam kitab “Al-Ahkam As-Sulthaniyah ; الأحکام السلطانية “ oleh Abu Al-Hasan Al-Mawardi۔
Namun syarat-syarat di atas sudah semangkin longgar, seorang Khalifah/Imamah tidak mesti dari keturunan Arab Quraisy. Bahkan defenisi Khilafah/Imamah sudah bergeser kepada sebuah sistem pemerintahan moderen yang bersifat Presidensial, parlementer, Monarki, serikat, demokrasi, dan lain sebagainya.
Imam Hanafi berpendapat seorang wanita boleh memangku jabatan apa saja termasuk Presiden (Kepala Negara), terkecuali menjadi Hakim Jinayat. Sedangkan Imam Thabari berpendapat:“Wanita berhak memangku jabatan apapun secara umum, meskipun menjadi Qadhi Jinayat ataupun pemimpin negara, asal memenuhi kriteria dan syarat-syarat dari kemampuan yang dimilikinya.
Sistem dan penguasa pemerintahan Islam setelah wafatnya Rasulullah Saw diantaranya adalah:“Khulafaurrasyidin ; الخلفاء الراشدين (Abubakar As-Siddiq, Umar bin Khat-Thab, Utsman bin `Affan Ali bin Abi Thalib), Daulah Umawiyah (الدولة الأموية), Daulah Abbasiyah (الدولة العباسية), Daulah Thuluniah (الدولة الطولونية), Daulah Akhsyidiyah (الدولة الأخشيدية), Daulah Fatimiyah (الدولة الفاطمية), Daualah Ayyubiyah (الدولة الأيوبية), Daulah Mamalik (الذولة الممالک), Daulah Utsmaniyah Utsmaniyah (الدولة العثمانية ), dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya.
Demokrasi
Demokrasi pertama kali sudah ada sekitar sejak abad ke 5 SM yang dicetuskan seorang penyair tersohor Solon (±638-558SM) asal Athena. Semangat nilai-nila demokrasi yang dicetuskan Solon terus berkembang sampai zaman modern ini.
Demokrasi biasa dimaknai secara sederhana di Indonesia yang berarti sebuah sistem pemerintahan dari masyarakat/rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat, dimana setiap orang dapat mengambil bagian perihal keputusan yang akan mempengaruhi kehidupannya dalam bernegara (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Demokrasi).
Dalam bahasa Arab “Democracy“ dimaknai sebagai “mengikut aturan mayoritas ; حکم الأکثرية “ atau “persamaan dalam hak politik atau persamaan dalam tatanan sosial ; المساوات السياسية أو الإجتماعية “ disebut juga dengan,
الديموقراطية (الشعب ; العامة) : ١- حکم الشعب , وبخاصة : حکم الأکثرية ۔ ٢- دولي ديموقراطية , مجتمع ديموقراطي ۔ ٣- الروح الديموقراطية ; المساواة السياسية أو الإجتملعية۔
Islam memandang demokrasi sebagai teori pemerintahan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, bahkan Islam sangat menjunjung tinggi sebuah sistem demokrasi, ini menurut pandangan Prof.Dr.Hilal Guru besar Universitas Al-Azhar As-Syarief Cairo Mesir.
Perbedaan Politik Dan Politik Praktis
Politik secara universal dalam sebuah negara adalah sebagai manuver strategi diplomasi dalam memajukan fungsi negara baik secara mikro maupun makro, sama ada cakupannya bersekala nasional maupun global/internasional.
Sedangkan politik praktis kalau di Indonesia diwakilkan oleh orsospol yaitu partai-partai peserta pemilu yang parpol ini adalah organisasi politik yang telah disahkan oleh Menkumham. Fungsi parpol bersifat terbatas dan dibatasi oleh aturan atau undang-undang yang mengikatnya. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan UUD NRI 1945 memiliki peran besar dengan tiga fungsi utama. Fungsi tersebut adalah sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah dan fungsi anggaran.
Politik secara umum yang bersifat universal akan melahirkan ide, kreasi dan melahirkan dampak positif yang bersifat luas dengan corong dan gerbong yang mampu mewujudkan peradaban ummat manusia.
Sedangkan politik praktis dalam sejarah peradaban ummat manusia begitu juga dalam peradaban Islam sangat komplek, dan akan berhadapan bebagai konflik kepentingn, dan ini sudah menjadi fitrah dalam kehiduoan manusia. Bahkan Rasulullah Saw semasa hidupnya sangat banyak memberikan isyarat, bahwa politik praktis tidak dapat tidak harus kita masuk didalamnya, harus terus berjuang tanpa kenal lelah terus berjihad meski nyawa sudah di penghujung tenggorokan. Karena kalau kita lepas, maka hancurlah kemaslahatan ummat jatuh ketangan orang-orang yang zalim. Rasulullah Saw bersabda,
´´ من لم يهتم بأمر المسلمين فليس منهم “
Barang siapa yang tidak perduli dengan urusan ummat Islam, maka dia bukan bahagian dari ummat Islam itu sendiri“
Hadis lain menyebutkan,
أصلحوا دنياکم واعملوا لآخرتکم کأنکم تموتون غدا ۔ رواه الديلمي عن أنس رضي الله عنه ۔
Perbaiki (revormislah) perkara (politik) duniamu, dan beramallah untuk akhiratmu seakan kamu mati esok hari. H.R. Ad-Dailami.
Juga Rasulullah menegaskan,
أعظم الناس هما : المٶمن يهتم بأمر دنياه وأمر آخرته ۔ رواه إبن ماجة ۔
Manusia agung/hebat yang bermanfaat (untuk ummat) itu adalah orang yang beriman yang peduli tentang perkara dunianya (politik) dan dia peduli terhadap perkara akhiratnya. H.R. Ibnu Majah.
Namun Rasulullah Saw mewanti-wanti agar berhati-hati dalam perkara dunia (politik), kita akan berhadapan dengan orang-orang berbagai corak, watak, sifat, perangai, namun yang sangat berbahaya jika kita berhadapan dengan watak perangai yang keras (tasyaddu) dan ghulu (pemikiran/tindakan yang melampaui batas), sebagaimana Rasulullah Saw bersabda,
قال صلی الله عليه وسلم : “فو الذي نفسي بيده إن أحدکم ليعمل بعمل أهل الجنة حتی ما يکون بينه و ينها إلا ذراع فيسبق عليه الکتاب فيعمل بعمل أهل النار فيدخلها ۔ متفق عليه
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, salah seorang di antara kalian akan mengerjakan amalan penghuni surga hingga jarak antara dia dan penghuni surga hanya sejengkal, namun prilakunya dan sifatnya menyebabkan dia masuk kedalam api neraka (disebabkan karena tasyaddud dan ghulu ) H.R. Imam Bukhari Muslim.
Rasululaah juga memberikan isyarat bagaimana buruknya orang-orang ahli agama seperti kelompok Khawarij (hafal Qur`an, hebat jihadnya, rajin sedekah, hebat amal ibadahnya, dll) tetapi, prilakunya, sifat dan tindakannya dilaknat oleh Allah Swt akan menjadi anjingnya penduduk neraka, beliau bersabda,
قال النبي صلی الله عليه وسلم :“الخوارج کلاب أهل النار“ ححيح سنن إبن ماجة ۔
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kelompok Khawarij kelak (di akhirat) akan menjadi anjing penghuni Neraka.” Sunan Ibn Majah.
Ranah politik praktis, jika dimasuki oleh orang-orang yang keras dan ghulu, maka tantangan prilaku-prilaku ekstrim akan menjadi kerikil dalam perjuangan dakwah dan politik, dan ini akan terus ada sampai kiamat, Rasulullah Saw bersabda,
سيخرج قوم في آخر الزمان أحداث الأسنان سفهاء الأحلام يقولون من خير قول البرية لا يجاوز إيمانهم حناجرهم يمرقون من الدين کما يمرق السهم من الرمية فأينما لقيتموهم فاقتلوهم فإن في قتلهم أجرا لمن قتلهم يوم القيامة ۔ متفق عليه ۔
Di akhir zaman akan muncul suatu kaum dengan ucapannya yang seakan manis, impian cita-citanya seperti orang bodoh, mereka akan mengatakan dengan kata-kata retorika (politik) tanpa makna, iman mereka hanya sampai sebatas tenggorokan saja. Namun nyatanya apa yang mereka dakwahkan sudah jauh keluar dari kebenaran agamanya, seperti anak panah yang keluar dari busurnya, maka di mana pun kamu bertemu dengan mereka, perangi mereka, karena memerangi mereka ada pahala bagi orang yang berhasil memerangi mereka kelak di hari akhirat. H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Rasulullah juga pernah memberikan isyarat,
فقال : سمعته – وأشار بيده نحو المشرق :“قوم يقرأون القرآن بألسنتهم لا يعدوا تراقيهم يمرقون من الدين کما يمرق السهم من الرمية ۔ روه مسلم ۔ و شرق المدينة هي العراق ۔
Rasulullah Saw menunjuk dengan tangannya ke arah timur: “Akan muncul suatu kaum (kelak), mereka membaca Al-Qur’an hanya sebatas lidah mereka saja, tidak melewati tenggorokan mereka, prilaku mereka sudah jauh keluar dari agama yang sesungguhnya, seperti anak panah yang keluar dari busurnya. H.R. Imam Muslim.
Imam Ali mendengar dari Rasulullah Saw, betapa bahayanya orang-orang yang keras dan ghulu masuk kedalam ranah dakwah dan politik, Rasulullah Saw bersabda,
و قال علي بن أبي طالب رضي الله عنه : إني سمعت رسول الله صلی الله عليه وسلم يقول :“يخرج قوم من أمتي يقرأون القرآن ليس قراءتکم إلی قراءتهم بشيء ولا صلاتکم إلی صلاتهم بشيء ولا صيامکم إلی صيامهم بشيء يقرأون القرآن يحسبون أنه لهم وهو عليهم لا تجاوز صلاتهم تراقيهم يمرقون من الإسلام کما يمرق السهم من الرمية ۔“ رواه مسلم ۔
Dan Ali bin Abi Thalib r.a berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Suatu kaum dari umatku kelak (diakhir zaman), mereka membaca Al-Qur’an, merasa lebih baik dari bacaanmu, mereka shalat merasa lebih baik dari shalatmu, dan mereka berpuasa, tetapi mereka merasa puasa mereka lebih baik dari puasamu, mereka membaca Al-Qur’an, mereka menyangka hanya bacaan Al-Qur`an merekalah yang lebih baik dan benar. Mereka berdo`a hanya sebatas sampai tenggorokan mereka saja, (tanpa disadari) perbuatan mereka sudah jauh keluar dari Islam seperti keluarnya anak panah dari busurnya.“ H.R. Imam Muslim
Rasulullah Saw juga memberikan pringatan bagi siapa saja yang sudah terjun dalam kancah politik praktis (dalam berdakwah) dan sudah memegang kekuasaan namun mereka malah melakukan kezaliman, maka kelak di akhirat tidak akan mendapat syafaatnya Rasulullah Saw,
وقال صلی الله عليه وسلم :“رجلان ما تنالهما شفاعتي : إمام ظلوم غشوم , وآخر غال في الدين مارق منه “ أخرجه إبن أبي عاصم في السنة وصححه ناصر الدين الباني في التخريج۔
Rasulullah Saw bersabda: “Ada dua orang yang tidak akan mendapat syafaat Rasulullah Saw (pada hari kiamat): “Seorang penguasa (politik) yang tidak adil (semena-mena/zalim), dan tokoh agama yang pemikiran dan perbuatannya ekstrim keras dan ghulu.” H.R. Ibn Abi `Ashim, dishahihkan oleh Al-Bani.
Peranan Partai Politik Dalam Tatanan Kenegaraan
Partai politik merupakah wadah sebagai thariqah dakwah salah satu sistem yang sangat memiliki kekuatan besar secara hukum dan undang-undang di dalam sebuah negara terkhusus di negara kesatuan Republik Indonesia. Partai politik sebagaimana diantara manfaat dan fungsinya untuk menentukan kader yang dipilih sebagai wakil rakyat agar bisa masuk lolos duduk di parlemen. Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berdasarkan UUD NRI 1945 memiliki peran besar dengan tiga fungsi utama. Fungsi tersebut adalah sebagai lembaga pembentuk undang-undang, pelaksana pengawasan terhadap pemerintah dan fungsi anggaran.
Dengan demikian visi, misi dan cita-cita luhur anak bangsa akan bisa dapat direalisasikan melalui wakil-wakil yang telah mereka pilih setiap pemilu 5 tahun sekali untuk menduduki kursi di DPD, DPRD, (MPR) dan DPR-RI.
Siapapun anak generasi bangsa harus berlomba-lomba peduli untuk memahami betapa pentingnya wadah lembaga partai politik sebagai gerbong untuk kita bisa bersama-sama mengelola, merawat, merevormis, dan memajukan bangsa ini, diantaranya lewat perwakilan rakyat melalui gerbong politik praktis yaitu yang biasa kita sebut sebagai partai politik.
Setiap orang Muslim tidak dilarang mencari jabatan, diberi jabatan bahkan boleh meminta jabatan asal memenuhi kriteria syarat yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat Islam.
Meminta jabatan diperbolehkan dengan beberapa syarat seperti diantaranya: memiliki ilmu (knowledge ; ذو علم), prestige (ذو مکانة), integrity (أمانة), maintaining (ذو حفظ) dan Ikhlash (أستخلصه لنفسي) sebagaimana terdapat di dalam ayat Al-Qur`an, Allah Swt berfirman,
وَقَالَ الْمَلِكُ ائْتُوْنِيْ بِهٖٓ اَسْتَخْلِصْهُ لِنَفْسِيْۚ فَلَمَّا كَلَّمَهٗ قَالَ اِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِيْنٌ اَمِيْنٌ . قَالَ اجْعَلْنِيْ عَلٰى خَزَاۤىِٕنِ الْاَرْضِۚ اِنِّيْ حَفِيْظٌ عَلِيْمٌ
Dan raja berkata, “Bawalah dia (Yusuf) kepadaku, agar aku memilih dia (sebagai orang yang dekat) kepadaku.” Ketika dia (raja) telah bercakap-cakap dengan dia, dia (raja) berkata, “Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi di lingkungan kami dan dipercaya.”
Dia (Yusuf) berkata, “Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan. (Q.S. Yusuf/12 : 54-55)
Dari ayat di atas maka siapapun berhak dipilih, ditunjuk atau meminta jabatan asal memenuhi kriteria dan syarat-syaratnya tidak bertentangan sebagaimana disebutkan di atas.
Jika tidak memenuhi persyaratan sebagaimana di atas, maka hukumnya “HARAM“ meminta-minta jabatan.
Sistem politik praktis siapapun bebas menentukan corak, visi, misi, khit-Thah maupun konsep-konsep yang ingin dijadikan sebagai pondasi dasar dari tujuan cita-cita sebuah partai, asal konsepnya tidak bertentangan dengan keadilan, HAM dan syariat agama.
Namun syariat Islam memberikan kebebasan untuk menentukan dan membuat sebuah sistemw politik yang ia kehendaki. Dan Al-Quran tidak ada menerangkan secara khusus tentang konsep-konsep politik. Karena perkara politik, sistem negara dasar negara bukanlah perkara agama, melainkan perkara keduniaan, sehingga tidak ada Ijmak (kesepakatan para ulama) harus mengikuti satu sitem yang baku tentang sebuah aliran politik.
Tidak ada Ijmak dalam tatanan politik. Imam As-Syairazi As-Syafi`i menjelaskan sebagai berikut,
وأما أمور الدنيا کتجهيز الجيوش وتدبير الحروب والعمارة و الزراعة وغيرها من مصالح الدنيا فالإجماع ليس بحجة فيها ۔ (ص : ٨٩ / اللمع في أصول الفقة للإمام أبي إسحاق إبراهيم بن علي بن يوسف الشيرازي الفيروز آبادي الشافعي , المتوفی سنة ٤٧٦هجرية)
Adapun hal-hal duniawi seperti memperlengkapi tentara, merencanakan perang, arsitektur, pertanian dan kepentingan duniawi lainnya, maka Ijmak (konsensus) tidak bisa dijadikan sebagai Hujjah (menjadi dalil ;argumen) di dalamnya.
Dari pendapat Imam Syairazi ini, menunjukkan bahwa umat Islam bebas menjadikan konsep bernegara apapun sistem dan bentuknya asal tujuannya menegakkan keadilan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Namun lebih dari itu, politik praktis yang dimotori oleh partai-partai politik di Parlemen harus bisa tegas terhadap penguasa pemerintahan (Yudikatif dan Eksekutif) meskipun mereka terikat dengan istilah koalisi dalam mendukung pemerintahan.
Hadis-hadis Rasulullah yang menganjurkan harus tegas dengan penguasa diantaranya adalah sebagai berikut,
قال رسول الله صلی الله عليه وسلم :
“إن من أعظم الجهاد کلمة عدل عند سلطان جاٸر“ ۔ رواه الترمذي عن أبي عمامة
‘Salah satu jihad terbesar adalah berani berkata tentang keadilan kepada pemimpin yang zalim. H.R. At-Turmudzi dari Abi `Amamah.
قال رسول الله صلی الله عليه وسلم :
“أفضل الجهاد کلمة عدل – وفي رواية حق عند سلطان جاٸر “ ۔ قال الشيخ الألباني رحمه الله في “السلسلة الصحيحة``
Rasulullah Saw bersabda:“Sebaik-baiknya Jihad (dijalan Allah) adalah berani mengatakan keadilan (yang hak) kepada penguasa yang zalim“.
قال رسول الله صلی الله عليه وسلم :
“کلمة حق عند ذي سلطان جاٸر“ ۔ رواه إبن ماجة و أحمد ۔
Rasulullah Saw bersabda :“Kalimat yang Hak adalah berani mengungkapkan kebenaran kepada pemimpin yang zalim“. H.R. Ibnu Majah dan Imam Ahmad
Dari hadis-hadis di atas maka partai politik meskipun di parlemen berkoalisi dengan partai penguasa, harus berani dan tegas jika penguasa menjalankan roda pemerintahan yang sudah keluar dari jalur yang tidak sesuai dengan keadilan, kemaslahatan dan strategi negara kepada yang lebih baik.
Jangan sampai tawar menawar koalisi menjadikan fungsi partai di parlemen menjadi impoten sehingga fungsinya sebagai wakil rakyat seperti patung sesembahan yang harus disuguhkan tumbal oleh penguasa agar manuver-manuver diplomasi eksekutif atau partai berkuasa bisa melakukan apa saja dan menghalalkan segala cara sehingga kepentingan rakyat menjadi korban dan menjadi tumbal oleh sesembahan para penguasa.
Hadis-hadis di atas juga memberikan ketegasan, bahwajangan sampai dijadikan oleh orang-orang tertentu pula, atau kelompok tertentu untuk di jadikan sebagai dalil bertindak, berprilku ektrim, menyampaikan di mimbar-mimbar dakwah dengan orasi-orasi politik praktis sempalan yang akhirnya negara demokrasi seakan dalam jeratan kediktatoran yang gersang yang menakutkan.
Pendapat Para ulama Ahlussunnah Waljamaah dan ulama muta-akhirin untuk menyikapi terhadap pemimpin yang zalim (semena-mena) disebuah negara yang mayoritas Islam atau minoritas Islam adalah, diantaranya sebagai berikut,
- Hukumnya wajib taat kepada pemimpin negara (Sultan/Raja) meskipun pemimpin negara tersebut pelaku dosa. Selagi yang diperintahkan bukan perkara yang bathil (yang haram) maka wajib ditaati, jika sistem negaranya diktator, zalim dan lalim, sama ada masyarakatnya mayoritas Islam ataupun minoritas Islam. Dan tidak boleh mencela mereka.
- Hukumnya tidak wajib taat dan boleh didemonstrasi bahkan boleh di kodeta jika bentuk negara adalah demokrasi, sedangkan lembaga Yudikatif, Eksekutif dan Legeslatif sengaja bersama-sama membiarkan, bersepakat melanggar undang-undang dan melanggar konstitusi atau sengaja membiarkan atau membela penguasa yang sudah jelas-jelas melakukan tindak pidana, terutama tindak pidana yang berkaitan dengan hukum jinayat. Jinayat adalah suatu hukum terhadap bentuk perbuatan kejahatan yang berkaitan dengan pembunuhan, perzinahan, menuduh zina, pencurian, mabuk, dan berbuatan-perbuatan kejahatan lainnya.Negara-negara Non-Islam terdapat minoritas Islam, namun negara tersebut berdasarkan demokrasi, maka mereka (ummat Islam yang minoritas) boleh berpendapat, menolak dan bebas melakukan kritikan, sesuai dengan undang-undang dan hak-hak konstitusi dimana tempat negaranya tinggal.
Adonis seorang Ulama asal Syiria Damaskus yang sekarang tinggal di Eropha, beliau adalah ahli sastra, penya`ir, Failusuf, pemikir Internasional karya-karyanya sudah diterjemahkan lebih dari 30 bahasa dunia, beliau mengatakan satu-satunya Ulama Mujtahid yang menelurkan dan membangun teori-teori politik kenegaraan adalah “Imam Syafi`i “ dan sampai sekarang teori politiknya terus dikembangkan oleh para ulama-ulama berikutnya sesudahnya. Diantara teori Imam Syafi`i masalah kepemimpinan adalah,
يری الشافعي أن الإمامة أمر ديني لابد من إقامته و أنها في قريش وأنه لابد من أن يجتمع الناس علی الإمام قبل ولايته أو بعدها وأن علی الخليفة أو الإمام أن يکون عادلا ۔
Imam Syafi`i percaya bahwa imamah (Khalifah/pemimpin negara Islam) adalah ranah perkara agama yang harus ditegakkan (dipilih/ditunjuk) dan diantara syaratnya adalah harus dari bangsa Arab Quraisy dan orang-orang harus bersepakat untuk menentukan atau memilihnya, namun calon Khalifah (Imamah/kepala negara) harus memiliki sifat adil.
Lalu Imam Syafi`i menambahkan,
ولا فرق عن يلي الخلافة بالسيف أو بالرضا ۔ فقد روي عنه قوله : “کل قرشي غلب علی الخلافة بالسيف واجتمع عليه الناس فهو خليفة۔
Dibenarkan untuk memilih mempertahankan Pemimpin yang adil (Khalifah/Imamah) meski harus mempertahankannya dengan pedang atau dengan kesepakatan (Ridha)۔ Imam Syafi`i berujar:“Jika ada pemimpin adil dari keturunan Arab Quraisy kumpulkan orang-orang (pasukan) untuk mempertahankannya meski harus dengan pedang“
Tapi pendapat Imam Syafi`i di atas hanya sebatas teori semata. Namun ketika terjadi perseteruan antara Muawiyah dan Imam Ali r.a yang mereka sama-sama manusia adil dari keturunan Arab Quraisy terjadi konflik rebutan kekuasaan, menjadi sebuah keputusan yang ambigu, lalu ditanya kembali kepada Imam Syafi`i,
هذا من ناحية النظرية , أما علی الصعيد العملي فکان يروي في الخلافة بين علي و معاوية , أن عليا کان محقا وأن معاوية کان باغيا ۔ (ص : ٢٣ / ج : الثاني / الثابت و المتحول لأدونيس)
Ini dari sudut pandang teoritis, tetapi pada tataran praktis, Imam Syafi`i akhirnya menjawab:“Perseteruan kekhalifahan antara Ali dan Muawiyah, bahwa Ali lebih benar dan Muawiyah adalah pelanggar.“
Politik praktis yang berkaitan dengan dakwah agama sampai kapanpun akan terus menemukan benturan konflik, kebuntuan dan ambigu. Disinilah diperlukan orang-orang yang handal, alim dan memiliki ilmu yang memumpuni yaitu para ulama ahli fatwa atau mufti, maka mereka para ulama itu akan mudah menjawab dan memcahkan persoalan-persoalan sebagaimana di atas yang terjadi di di tengah-tengah ummat.
Teori politik Imam Syafi`i yang disepakati oleh mayoritas pendapat Ahlussunnah Waljamaah tentang wajibnya taat kepada pemimpin muslim meskipun ia adalah pelaku dosa/fasiq dan zalim, selagi pemimpin tersebut masih shalat menghadap kiblat, dan haram hukumnya mencela mereka.
وقد أجمعوا جميعا أن الإمام المسلم الذي لا بدعة فيه , إذا صلی للقبلة فقد حل لک الصلاة خلفه , وإن فسق و فجر , وحرام عليک سبه ۔ (ص : ٢٩ /ج : الثاني , الثابت والمتحول لأدونيس)
Dan mereka semua sepakat (para ulama ahlussunnah) bahwa pemimpin muslim (Khalifah/Imamah/presiden) tidak dianggap bid`ah diangkat/dipilih/ditunjuk, selagi ia shalat menghadap kiblat, meskipun mereka adalah orang fasiq dan pelaku dosa, maka boleh bagi Anda untuk shalat di belakangnya, dan Haram mencelanya.
وقال أبو بکر رضي الله عنه : “لا تسبوا السلطان “
Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jangan menghina (mencela) Sultan (Presiden/Raja/Imamah).”
Namun Rasulullah Saw memberikan batasan bolehnya taat kepada pemimpin yang fasik dan pendosa,
ويری عن إبن عمر عن النبي صلی الله عليه وسلم : لا طاعة لمخلوق في معصية “
Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam ketidaktaatan (dalam perkara maksiat).”
Dari Hadis di atas haram hukumnya mentaati atau mengikuti perbuatan maksiat, meski diperintah oleh seorang Raja (Presiden)
وهذا إجماع لا خلاف فيه إنه لا طاعة لأحد في معصية الله جل وعز ۔(ص : ٢٩ /ج : الثاني , الثابت والمتحول لأدونيس)
Dan ini adalah kesepakatan yang tidak ada perselisihan (sudah menjadi Ijmak Ulama) bahwa tidak ada ketaatan bagi siapa pun (kepada pemimpin) dalam ketidaktaatan kepada Allah Swt.
Berbeda dengan pandangan aliran kelompok golongan Khawarij (aliran yang sudah keluar dari ajaran Islam yang murni), mereka berpendirian bahwa semua Imamah (Khalifah/Presiden) yang telah fasik dan melakukan maksiat haram diikuti meski yang diperintahkannya perkara yang hak dan harus dikudeta atau diperangi hidup atau mati.
کان عاصيا وکل من رضي بإمامته کان عاصيا فهذه فرقة خوارج مرقوا من الدين وخرجوا من حد الإسلام ۔(ص : ٣٠/ج : الثاني , الثابت والمتحول لأدونيس) ۔
Ditegaskan juga oleh Imam Thabari dengan dua Hadis yang bersumber dari Rasulullah Saw, bahwa kita wajib mentaati Imamah (Sultan/Presiden/Khalifah) meski dia telah jatuh dalam kefasikan dan pendosa, selagi yang diperintahkannya adalah yang hak bukan perkara yang batil dan mungkar.
Hadis Pertama :
ويری الطبري حديثين يٶکدان الآية وتفسيره لها , الأول يقول :“من أطاعني فقد أطاع الله ومن أطاع أمري فقد أطاعني ومن عصاني فقد عصی الله ومن عصی أمري فقد عصاني ۔
“Barang siapa mentaatiku, maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah Swt, barang siapa yang mentaati Amirku (Presiden, Sultan/Rajaku), berarti ia telah mentaatiku, barang siapa yang ingkar kepadaku, berari dia telah ingkar kepada Allah Swt, barang siapa yang ingkar terhadap Amirku (Presiden, Sultan/Rajaku), berarti ia telah ingkar kepadaku.
Hadis Kedua :
وجاء في الحديث الثاني :
سيليکم بعدي ولاة فيليکم البر ببره والفاجر بفجوره فاسمعوا لهم وأطيعوا في کل ما وفق الحق وصلوا وراءهم فإن أحسنوا فلکم ولهم وإن أساٶوا فلکم وعليهم ۔
Rasulullah Saw bersabda: Akan muncul sepeninggalan aku nanti, ada penguasa (Amir/Presiden, Sultan/Raja), gemar melakukan kebaikan dan gemar pula melakukan keburukan, maka dengarkanlah mereka, dan taatilah mereka, selagi yang mereka perintahkan itu adalah yang hak (bukan yang batil dan mungkar), dan (boleh) shalat mengikut di belakang mereka, maka jika mereka bertindak kebaikan , kamu akan merasakan kebaikan itu, namun jika mereka melakukan kezaliman kepadamu, dia akal pikul sendiri kesalahannya dan kamu terlepas dari perbuatan mereka.
ويخلص الطبري إلی القول إن علی المرء المسلم الطاعة في ما أحب وکره إلا أن يٶمر بمعصية فمن أمر بمعصية فلا طاعة (ص : ١٤٩/ج : الثاني , الثابت والمتحول لأدونيس)
Imam At-Tabari menyimpulkan dengan mengatakan bahwa:“ Wajib bagi seorang Muslim untuk mematuhi (Presiden/Raja/Sultan/Pemimpin) dari segala perbuatannya yang kita suka maupun dari segala perbuatannya yang tidak kita suka. Namun jika mereka memerintahkan kepada perkara maksiat (yang munkar dan yang batil), maka kita tidak wajib mentaatinya dan haram mengikutinya.
Untuk mencapai sebuah kemaslahatan yang lebih besar demi keadilan, menjunjung tinggi kemuliaan Agama, melindungi hak-hak minoritas, toleransi terhadap perbedaan suku, ras dan agama juga untuk meraih martabat bangsa yang lebih besar agar dapat mencapai peradaban (Hadharah ; Tamaddun) yang cemerlang, terkadang manuver-manuver politik itu boleh dilakukan dengan cara tipu daya muslihat, asal tidak menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya, sebagaimana Rasulullah Saw bersabda dalam Hadis Shahihnya,
عن أبي هريرة وجابر -رضي الله عنهما-: أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «الحَرْبُ خَدْعَة». صحيح – متفق عليه ۔
Rasulullah Saw bersabda: “Perang (politik) itu tipu muslihat“ H.R. Imam Bukhari Dan Imam Muslim.
Makna Hadis diatas secara textual perang melawan orang-orang kafir, boleh dengan tipu daya muslihat untuk memperoleh kemenangan.
Makna secara tersirat, luas dan dalam, bahwa makna Hadis di atas bukan untuk orang awam, melainkan ditujukan untuk Para ulama (ulama ahli fatwa) dan para pemikir ilmuan yang berkompeten dalam kepemimpinan politik secara universal, bahwa mereka jika berpolitik untuk melumpuhkan kemungkaran atau melawan aliran-aliran politik yang zalim dan nista maka boleh kita melakukan tipu daya muslihat yang tujuannya adalah untuk kemaslahatan, keadilan, ummat dan agama juga menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi terhadap segala perbedaan meskipun berbeda idiologi dan agamanya.
Menjadi renungan kita bersama khusunya umat Islam Indonesia, dalam catatan sejarah dunia, bahwa diantara negara di Afrika tanahnya para WaliyAllah adalah negara Senegal sebesar± 94% beragama Islam (tahun 2020) yang jumlah penduduknya ± 16.74 Juta (tahun 2020). Léopold Sédar Senghor seorang yang beragama Kristen, dikenal juga sebagai budayawan tersohor dunia, penyair, politikus dan, pernah menjadi Presiden pertama Senegal (1960–1980,). Lebih kurang 20 tahun lamanya seorang Presiden beragama Kristen menjabat sebagai Presiden di negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, dan diakhir hayatnya pada Desember 2021 di negara Perancis beliau masih sangat dicintai, dielu-elukan rakyatnya bahkan pemikiran dan karya-karyanya menjadi rujukan di negaranya, bahkan menjadi rujukan dunia sampai saat ini.
Walaahuta`ala A`lam bs-Shawab
Kesimpulan
- Martabat lembaga dakwah tertinggi setelah Mufti (lembaga Fatwa ormas) adalah Legeslatif, Yudikatif dan Eksekutif. Berikutnya peranan dakwah itu bisa tampil dari unsur apa saja yang ada di tengah-tengah masyarakat sampai yang levelnya terkecil adalah seorang Da`i penceramah atau individu secara personal.
- Istilah pemerintahan seperti Khilafah (Imamah), Monarki, Parlementer, Republik, dll hukumnya HALAL selagi dijalankan atas dasar kesepakatan bersama antara Ulama (Ilmuan), dan para pemangku kekuasaan (Exekutif, Yudikatif dan Legeslatif).
- Istilah Khilafah atau mendirikan pemerintahan khilafah, jika tujuannya tanpa batas tritorial, tanpa adanya kesepakatan bersama anak bangsa (para ulama dan sultan/pemerintah) hukumnya adalah HARAM. Siapa saja kelompok yang memaksakan kehendaknya untuk mendirikannya hukumnya HALAL diperangi dan bagi pelakunya bisa dipidana sampai hukuman mati, kedudukannya sama dengan “Bughat´´.
- Banyaknya Partai Politik didirikan, berbagai macam bentuk, corak, visi dan misinya, bertujuan agar mampu dapat menyampaikan aspirasi dan kehendak rakyat demi kemaslahatan rakyat, bangsa dan negara. Dan bertujuan sebagai kontrol bagi lembaga Yudikatif dan Eksekutif juga sebagai penyambung lidah masyrakat.
- Lembaga Partai Politik boleh diciutkan hanya tinggal menjadi beberapa partai saja, dengan syarat harus ada undang-undang yang bisa mengontrol kebijakan partai dan ketua partai, agar pengurus partai dan ketua partai tidak terperangkap sebagai penghianat negara, juga agar tidak bisa dipengaruhi oleh kepentingan mafia, cukong-cukong nakal di dalam negeri atau asing, dan tidak terperangkap oleh jeratan mafia-mafia bisnis dan terjebak dalam rongrongan, monuver-manuver intelijen Asing oleh negara tertentu untuk melemahkan NKRI ini. Terlebih ketua partai politik jangan sampai menjadi tumbal oleh penguasa-penguasa lalim dan zhalim yang hanya memintingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongannya saja.
- Mendirikan Partai politik, memperjuangkan partai politik, jika tujuannya untuk menciptakan, memperkuat tegaknya Hakim (Qadhi, pemerintahan, undang-undang) yang adil tidak bertentangan dengan Syariat Islam, maka hukumnya adalah “WAJIB KIFAYAH´´, jika sebaliknya maka hukumnya adalah “HARAM“, dan jika bercampur antara yang hak dan yang bathil maka murka dan Azab Allah akan selalu datang dan rahmat-Nya akan selalu menjauh dan hilang, sehingga laknat Allah akan membuat pertikaian sesama anggota Partai, Partai dengan ketua Partainya, Partai dengan rakyat, Partai dengan Pemerintah, Partai dengan penegak hukum dan konflik berkepanjangan dan akan terus menerus terjadi tanpa berkesudahan.
- Antara Ulama , lembaga ulama (ormas-ormas Islam) dan lembaga pemerintahan harus saling bersinergi saling mengkuatkan, jikalau saling melemahkan maka akan terjadi depresi bahkan bisa terjadi resesi krisis dalam tatanan sosial, budaya, ekonomi, politik bahkan bisa terjadi perang saudara sesama anak bangsa, yang akhirnya malah akan semangkin jauh harapan untuk menciptakan negara yang maju, dan berperadaban.
- Dakwah dan politik (politik secara universal atau politik praktis) ibarat dua sisi mata uang tidak bisa dipisahkan, satu sama lain saling memberikan kontribusi yang besar jika didasari atas dasar Qawaid dan Manhaj Syariat Islam melalu petunjuk para ulama-ulama (lembaga ulama) yang berkompeten.
“ والله تعالی أعلم بالصواب “